annyeong..aku
kembali..tapi..aku cuma mau ngepost ulang..maaf aku bukan bermaksud
ngambil ff orang yah..ini aku post diblogku karna aku suka skali
ceritanya.dan aku mau ngasih linknya pada kalian eh blognya tutup jadi
yah terpaksa deh aku berinisiatif ngepost diblogku..
aku juga ngepost tanpa ngerubah nama authornya.jadi thor jangan marah yah..
maaf
kalau ada yang gak suka aku ngepost ini..dan maaf thor gak ijin
ngecopas ini ff..tenang saja namamu tetap menjadi authornya..aku cuma
ngepost diblogku saja^^
ini di post di koreannc pada October 9, 2011 1:22 am
langsung saja..
^^
Our 1st Night (Between Love, Worries, and Passion)
1. Author : Nchu~
2. Judul : Our 1st Night (Between Love, Worries, and Passion)
3. Kategori: NC 17, Yadong, Oneshoot
4. Cast:
- Lee Donghae
- Lee Hyesa
- Donghae and Hyesa’s family
ff
ini lahir di tengah keputusasaanku belajar untuk ujian meja. Gara-gara
lihat foto Hae lagi pake baju mandi, pikiran jadi melanglang buana.
Cerita ini akan sedikit membosankan karena lebih banyak monolog. Jadi,
selamat membaca buat yang berminat *bow*
———————————————————————————————
Story
Dengan
malas aku membuka pakaian yang sudah menempel di badanku sejak pagi
tadi, sebuah gaun pengantin berwana putih yang terkesan mewah dengan
sedikit aksen manik dan pita di bagian lehernya. Aku menyalakan shower
dan membiarkan air mengalir membasahi setiap inchi tubuhku. Tanpa sadar
aku terduduk. Tubuhku terasa begitu lelah setelah menjalani serangkaian
proses pemberkatan dan resepsi.
Sedikit
tidak percaya, pada akhirnya aku bisa sampai di moment ini. Moment yang
kuyakin ditunggu oleh banyak wanita single di luar sana.
Pria
yang kunikahi tadi pagi adalah seorang pengusaha muda yang kuakui
sangat tampan. Statusnya sebagai pemilik perusahaan besar merupakan
nilai tambah tersendiri. Senyumannya adalah salah satu hal yang patut
dia banggakan, karena itu membuatnya terlihat sangat mempesona. Tak bisa
kubayangkan kalau mulai hari ini aku bisa dengan bangga memperkenalkan
pria itu sebagai suamiku.
Beruntung? Entahlah.
Pria
itu terkenal dengan image santun dan berwibawa, bukan tipe yang
kuharapkan untuk menjadi pendamping hidupku. Aku lebih menyukai pria
yang sedikit nakal tapi tentu saja masih dalam koridor yang wajar.
Kami
menikah karena dijodohkan. Inilah hal yang membuatku sedikit menyesal
telah terlahir dalam keluarga pengusaha. Perjodohan adalah sesuatu yang
sulit dihindari. Para pengusaha akan mengupayakan segala hal agar
perusahaan mereka semakin besar, dan salah satu caranya adalah
menikahkan anak mereka sehingga dua perusahaan bisa bersatu. Appaku
adalah satu diantara sekian banyak yang mempraktekkan hal itu. Terkadang
aku merasa orang tuaku telah menjualku, meski aku sendiri tak yakin
mereka setega itu padaku.
Aku sedang asyik membasuh tubuhku dengan sabun saat kudengar pintu kamar mandi diketuk dengan pelan.
“Hyesa-sshi, kau ada di dalam?” kata seseorang dari balik pintu.
Bisa
kutebak pemilik suara itu. Lee Donghae. Suamiku. Di rumah ini hanya ada
dua orang pria, appaku dan dia. Appaku tidak mungkin memanggilku dengan
sapaan resmi seperti itu. Yah, seperti itulah dia memanggilku sejauh
ini. Pantaskah seorang suami memanggil istrinya dengan sapaan seresmi
itu? Sungguh pria kaku.
Aku berdiri untuk mematikan keran air agar suaraku bisa terdengar lebih jelas olehnya. “Ne,” jawabku singkat.
Tak
ada jawaban lagi darinya. Yang ada hanya suara langkah kaki yang
terdengar semakin samar. Sepertinya dia memutuskan untuk membiarkanku
lebih lama lagi di dalam sini.
Pesta
pernikahan kami sendiri memang belum sepenuhnya berakhir. Saat aku
masuk tadi, masih ada cukup banyak tamu undangan yang memenuhi halaman
tempat resepsi pernikahan kami digelar. Aku hanya terlalu lelah
berbasa-basi, sehingga memutuskan untuk masuk rumah lebih dulu.
Kunyalakan
kembali keran air dan membilas busa sabun yang menempel. Tanpa sadar
air mataku mengalir. Aku masih ingat bagaimana dulu aku membayangkan
sebuah pernikahan. Sesuatu yang melelahkan, tapi menyenangkan dan
menggairahkan di lain sisi. Sekarang, aku merasa bahwa yang bisa
kudapatkan bersama pria itu hanya rasa lelah dan tertekan. Bahkan untuk
membayangkan malam pertama kami nanti, aku tidak berani. Bagaimana hal
itu akan terjadi antara dua orang yang sama sekali tidak saling
mencintai? Terhitung dengan hari ini, kami baru bertemu tiga kali. Aku
merasa dia begitu asing. Bagaimana mungkin aku menyerahkan sesuatu yang
begitu berharga dari diriku kepada seseorang seperti dia, meskipun pada
kenyataannya dia adalah suamiku.
Kupandangi
cermin besar yang ada di dinding dan tampaklah tubuhku yang polos, tak
terbalut satu helai benangpun. Bibir ini mungkin akan diciumnya, dada
ini mungkin akan diremasnya, leher ini mungkin akan memerah karena
dihisap olehnya, dan bagian di bawah sana akan kedatangan benda asing
untuk pertama kalinya.
Pikiran-pikiran
aneh hinggap di otakku, membuat aku merasa risih sekaligus jijik.
Berbagai macam kemungkinan bermunculan dalam imajinasiku dan aku belum
siap jika itu harus benar-benar terjadi. Namja itu sama sekali tidak
buruk, justru sebaliknya. Aku hanya merasa jarak antara kami masih
begitu jauh.
Lalu
bagaimana kalau dia memaksa? Dia berhak untuk itu. Tapi aku tidak akan
mungkin mengatakan dengan gamblang bahwa aku belum siap. Itu bukan
sesuatu yang pantas diucapkan seorang istri pada suaminya.
Seandainya
aku punya pengalaman tentang hal ini, mungkin saja perasaanku tidak
akan segugup sekarang. Setidaknya aku tahu bagaimana memuaskan pria yang
telah menjadikanku istrinya. Kenyataannya aku cuma seorang wanita 24
tahun yang selama hidup terlalu terfokus pada studi dan pekerjaan.
Akibatnya yah seperti sekarang, aku nyaris buta tentang seks.
Sewaktu
kutanya, rekan kerjaku sempat bilang kalau hal itu akan berjalan secara
alami. Tapi itu tidak cukup menenangkanku. Dua hari belakangan, aku
stress karena hal ini. Dan malam inilah puncaknya. Ottohkae?
“Hyesa-sshi, kau masih di dalam?” suara itu terdengar lagi. Seketika bulu romaku meremang.
“Ne,” lagi-lagi hanya jawaban itu yang bisa kuberikan.
“Kau sudah terlalu lama di dalam. Kau bisa sakit kalau terlalu lama terkena air. Keluarlah,” ujarnya lembut.
Dia
benar. Sepertinya aku memang sudah terlalu lama membiarkan air ini
merasuk di pori-poriku. Sejak tadi aku memang merasa sedikit menggigil.
Apa itu sebuah bentuk perhatian darinya? Ataukah dia hanya tidak sabar
ingin menikmati tubuhku?
Untuk
kedua kalinya keran air kumatikan. Kuraih baju mandi yang tergantung di
dekat pintu lalu kupakai dengan rapi. Ketika pintu terbuka, kudapati
dirinya sedang berdiri masih dengan setelan jas pengantin lengkap, meski
sepatunya sudah diganti dengan sendal rumah. Di tangannya ada sebuah
handuk tebal.
Tanpa
menunggu persetujuanku, dia menggosokkan handuk itu di kepalaku,
sepertinya bermaksud mengeringkan rambutku yang memang masih sangat
basah. Dia melakukan itu dalam diam, sementara akupun tidak mampu
bersuara. Yang kulakukan hanya berdiri patuh sambil menikmati aroma
tubuhnya yang tercium sangat jelas mengingat jarak kami yang begitu
dekat.
“Aku
tidak tahu kau begitu suka berlama-lama di kamar mandi. Tapi mulai
sekarang, jangan harap kau bisa melakukannya lagi, apalagi di malam hari
seperti ini,” ujarnya tegas.
Apa
maksudnya itu? Belum apa-apa dia sudah berniat mengatur pola hidupku?
Mengubah kebiasaanku? Apa dia tidak tahu kalau aku seperti ini karena
strees dan penyebab stressku adalah dirinya?
“Kebiasaanmu
itu tidak baik untuk kesehatan. Menjaga kebersihan diri itu penting,
Hyesa-sshi, tapi kalau terlalu berlebihan kau bisa sakit,” katanya lagi
yang sukses membuatku merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatiku.
Tidak, ini tidak mungkin cinta. Tidak mungkin aku jatuh cinta hanya
karena kalimatnya barusan. Sadarlah, Hyesa! Dia hanya sedang berkompromi
dengan perasaanmu agar bisa menidurimu tanpa perlawanan.
“Sekarang kau gantilah bajumu. Aku juga mau mandi,” katanya lagi.
“Apakah semua tamu sudah pulang?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“Tentu saja. Ini sudah sangat larut,” ujarnya seraya masuk dan mengunci kamar mandi.
Iseng
aku melihat jam kecil yang berada di atas meja di dekat tempat tidurku.
Pukul setengah 12 malam. Jadi aku sudah berada di kamar mandi selama
hampir dua jam? Aigoo…
Suara
air mengalir mulai terdengar. Kupakai kesempatan ini untuk mengenakan
pakaian. Dia tidak mungkin mandi sambil mengintipku, kan?
Aku
membuka pintu lemari dan begitu terkejut ketika mendapatinya nyaris
kosong. Semua pakaianku menghilang entah ke mana. Yang tersisa hanya
sepasang baju tidur pria dan sebuah lingerie berwarna pastel yang bahkan
akupun ragu pernah memilikinya. Tanpa bisa dikontrol, kakiku
kulangkahkan menuju kamar orang tuaku di lantai dua. Kuketuk pintunya
dengan sedikit kasar namun tak ada reaksi dari dalam. Tak lama aku baru
ingat kalau adik dan kedua orang tuaku sedang menginap di rumah keluarga
Donghae. Mereka sengaja meninggalkan aku dan pria itu berdua saja di
sini. Tapi aku tak kehabisan akal. Kuambil telpon dan dengan cepat
kutekan sederet nomor yang sudah kuhapal di luar kepala. Setelah
deringan keempat, barulah telpon diangkat.
“Eomma, appa, kalian ke manakan pakaianku?” teriakku frustasi. Saat ini aku merasa mereka benar-benar menjualku pada pria itu.
“Pakaianmu kami sita untuk sementara. Dan sebagai gantinya, pakailah pakaian yang sudah kami sediakan,” kata eomma jahil.
“MWOYA? Yak! Kalian tega sekali melakukan ini padaku!” keluhku lirih.
“Hyesa,
ini aku, ibu mertuamu,” tiba-tiba saja telpon sudah berpindah ke tangan
lain. Aish, mereka benar-benar besan yang kompak.
“Ah, ne eommonim.”
“Lakukanlah
yang terbaik malam ini dan berikan kami cucu secepatnya,” ujarnya tak
kalah jahil dengan ucapan ibuku tadi. Belum sempat aku menjawab, suara
lain kembali terdengar. Kali ini suara wanita yang lebih muda. Aku yakin
itu adalah suara adikku.
“Eonni,
kau pasti gugup kan? Tenang saja, sebelum berangkat ke sini aku sudah
membuatkan teh melati untukmu. Minumlah itu agar kau lebih rileks. Aku
menaruhnya di meja makan. Hwaiting!”
“Aish, anak ini! Kau mau kubunuh, hah?” teriakku padanya.
KLIK!
Dengan semena-mena dia menutup telpon, meninggalkan aku yang berdiri
mematung. Dosa apa aku mempunyai orang tua dan dongsaeng seperti mereka?
Dengan
langkah gontai aku kembali ke kamarku. Ruangan ini sangat wangi karena
diisi oleh mawar hampir di setiap sudut. Bau harum yang menyeruak dari
bunga-bunga itu menambah kesan romantis yang ditimbulkan
ornament-ormanen entah-apa-itu-namanya yang sengaja dipasang eomma
kemarin malam. Ditambah dengan ranjang putih yang juga ditaburi mawar,
lengkaplah sudah pemandangan yang sukses membuatku bergidik ngeri.
Bosan
menatap kamar ini, kuambil baju laknat yang ada di dalam lemariku lalu
kupakai dengan sangat tidak ikhlas. Setidaknya ini masih lebih baik
daripada memakai jubah mandi yang basah. Ketika selesai, bersamaan
dengan itu juga pintu kamar mandi terbuka. Pria itu keluar dengan
bertelanjang dada, hanya sebuah handuk kecil yang menutupi tubuh bagian
bawahnya. Aku sedikit tak percaya mengetahui bahwa tubuhnya ternyata
sebagus itu. Padat dan berisi, cukup pantas untuk menjadikannya model
majalah pria.
Dia
menatapku dengan intens. Awalnya dia melirik tubuhku yang semi
telanjang ini. Kudapati raut mukanya sedikit berbeda ketika itu terjadi.
Tapi tak lama tatapannya beralih ke mataku. Aku ingin balas menatapnya,
sangat ingin. Setidaknya untuk menunjukkan bahwa aku bukanlah orang
yang bisa diintimidasi semudah yang dia bayangkan. Kenyataannya tatapan
itu benar-benar mengintimidasiku. Aku hanya bisa menunduk dan merasakan
jantungku berdegup sangat cepat hingga nyaris copot, sementara kakiku
lemas membayangkan apa yang akan menimpa diriku beberapa saat lagi.
Kudengar
dia berjalan mendekat. Oh Tuhan, sekarangkah saatnya? Aku tidak siap.
Tidak bisakah kami hanya tidur saja malam ini tanpa melakukan hal “itu”?
“Menyingkirlah
sedikit, aku mau mengambil pakaian tidurku. Orang tuamu menyimpannya di
sini, kan?” ujarnya yang entah kenapa membuatku bernapas sedikit lebih
lega. Dia memakai pakaian tidurnya bukankah berarti dia belum ingin
menyentuhku malam ini? Tidak mungkin kan kami melakukan hal itu kalau
dia masih memakai pakaian lengkap? Jadi malam ini aku selamat, begitu?
“Kau ingin melihatku berganti baju?” tanyanya kemudian.
“Mwo?”
“Keluarlah, aku yakin kau tak ingin berada di sini saat aku melepaskan handukku.”
# # #
Entah
ini keberuntungan atau tidak, aku tak tahu. Sikapnya tadi seolah dia
tak menginginkanku. Itu sedikit menyakitkan. Tapi di sisi lain aku juga
senang. Bukankah ini yang memang aku harapkan?
Kutinggalkan
dia di kamar, membiarkannya mengganti baju sementara aku berjalan
menuju meja makan untuk meminum teh yang dibuatkan adikku tadi. Benar
saja, di atas meja sudah tersedia dua cangkir kosong dan sebuah teko
yang kuyakini isinya adalah teh melati kesukaanku. Sudah agak dingin
mengingat minuman ini memang dibuat beberapa jam yang lalu. Tapi tak
apa. Biarpun dingin, teh ini juga terasa nikmat.
Kutuang
teh dan mulai menyesapnya sedikit. Pria itu muncul tak lama kemudian.
Tanpa berkata apa-apa, dia melakukan hal yang sama denganku. Duduk
sambil menikmati teh yang sudah dingin.
“Kenapa kau belum tidur?” aku memberanikan diri untuk bertanya.
“Aku tak bisa tidur.”
“Waeyo?”
“Molla.”
Hening
untuk beberapa saat. Suara jarum jam menjadi satu-satunya sumber suara
di ruangan ini. Aku ingin berbicara lagi dengannya. Sungguh, keheningan
ini membuatku sangat tidak nyaman. Tapi aku tidak tahu harus berkata
apa. Sebelumnya kami memang tidak pernah berbicara banyak. Pertemuan
pertama ketika kami diperkenalkan, dia hanya berbicara ketika ditanya
kesediaannya menikah denganku. Pertemuan kedua ketika kami fitting gaun
pengantin, dia hanya berkata bagus ketika ditanya pendapatnya tentang
gaunku. Lalu pertemuan ketiga hari ini, yah seperti ini. Kaku.
“Kenapa kau mau menikah denganku?” tanyanya tiba-tiba.
Aku
sedikit tersedak mendengar pertanyaan itu. Cukup lama berpikir untuk
bisa mengeluarkan jawaban yang aku sendiri tidak yakini.
“Usiaku sudah 24 tahun, karierku baik, orang tuaku terus mendesakku untuk menikah, dan aku tidak memiliki kekasih.”
“Kau yakin hanya karena alasan itu?” Tanyanya memastikan.
“Kau
ingin aku menjawab apa? Aku juga tak tahu. Aku hanya merasa kau bisa
membahagiakanku,” jawabku sembari meneguk kembali teh di cangkirku.
“Kita bahkan tidak saling kenal dengan baik dan kau sudah bisa berpikir seperti itu?”
“Sejujurnya
sebelum kau, orang tuaku sempat mengenalkanku pada beberapa namja lain.
Mereka tidak kalah darimu. Hanya saja ada sesuatu yang membuatku tidak
yakin untuk menyerahkan masa depanku pada mereka. Lalu kau, entahlah.
Aku hanya merasa kau berbeda.”
“Jadi kau menyukaiku?” tanyanya lagi.
Mungkin
karena pertanyaannya yang sedikit menyudutkanku, atau karena tatapannya
saat mengucapkan hal itu, tiba-tiba saja aku merasa tubuhku memanas.
Kuminum tehku sampai tandas untuk membuatku sedikit lebih baik.
“Tidak
juga. Aku hanya merasa kau pria baik. Lalu kau, kenapa kau menerima
perjodohan ini? Kau masih muda dan tampan, kurasa tidak akan sulit
bagimu mencari pendamping sendiri.”
Dia tersenyum tipis dan menenggak habis minumannya sebelum menjawab,”Karena aku memang menginginkanmu sejak dulu.”
Jawaban
itu tentu saja mengagetkanku. Dia bilang sejak dulu? Bukankah kami
bertemu pertama kali di acara perjodohan itu? Aish, kenapa ini? Tubuhku
jadi panas dingin karena ucapannya. Tanpa dikomando aku
mengibas-ngibaskan tanganku untuk mendapatkan sedikit udara segar.
Keringatku mengalir deras dan aku yakin ini tidak wajar. Apakah
sedahsyat itu dampak ucapannya barusan terhadap tubuhku? Itu kan belum
tentu sebuah kejujuran. Bisa saja dia hanya bermaksud menggodaku.
Kuperhatikan dia melakukan hal yang sama denganku. Ada apa ini? Kenapa udara di sekitar kami mendadak terasa begitu panas.
“Hyesa-ah, minuman apa yang kita minum ini?” tanyanya. Kali ini tak ada lagi panggilan resmi.
“Hanya teh melati. Kau juga bisa merasakannya kan?”
“Kau
yakin tidak ada tambahan lain pada minuman ini?” kali ini dia sudah
berdiri dan berjalan mondar-mandir di sekitar meja makan.
Di
saat yang sama, aku merasakan bagian-bagian tertentu dari tubuhku
menegang. Sedikit kepayahan aku menjawab, “Mollayo. Adikku yang membuat
ini sebelum pergi. Kenapa kau bertanya seperti itu?”
“Aku rasa dia mengerjai kita,” ujarnya, terdengar kepayahan sama seperti diriku.
“Mwo?”
“Kau tahu obat perangsang? Sepertinya dia menambahkan itu di tehmu,” jelasnya singkat.
Tidak
perlu mencoba terlebih dulu untuk tahu akibat yang bisa ditimbulkan
obat perangsang. Aku sudah sering membacanya. Dan tanda-tanda itu sudah
kualami sekarang. Tubuhku terasa begitu panas dan di bagian-bagian
tertentu aku merasa menginginkan sentuhan.
Dalam
hati aku merutuki kebodohanku. Seharusnya aku sudah curiga dari tadi.
Adikku tidak mungkin dengan sukarela menyediakan minuman untukku jika
bukan untuk tujuan tertentu.
“Menjauhlah
kalau kau merasa belum siap. Dengan pakaian menantang seperti itu
ditambah efek dari minuman barusan, aku tidak bisa menjamin tidak akan
berbuat apa-apa padamu kalau kau tetap ada di hadapanku,” ujar Donghae.
Jadi dia menyadari ketidaksiapanku? Dan dia memahaminya? Hyesa, kau sudah salah sangka pada orang ini.
“Pergilah,”
perintahnya dengan raut muka yang tidak bisa kudeskripsikan. Aku tahu
seberapa sulit dia untuk tetap mengendalikan diri, karena akupun
merasakan hal yang sama.
Sadar
akan apa yang bisa saja terjadi padaku, akhirnya kuputuskan untuk
kembali ke kamar, menjauhi suamiku yang masih saja sibuk mondar-mandir
di sekitar meja makan.
Tapi
entah ada apa dengan kakiku, tanpa bisa kukontrol aku malah berbalik
dan berjalan mendekatinya. Bahasa sederhananya, aku memutuskan
menyerahkan diriku dengan suka rela padanya malam ini juga.
Sesaat
dia menatapku heran, namun sedetik kemudian bibirnya sudah mengunci
bibirku dengan sempurna. Ada sedikit rasa ingin berontak ketika bibirku
dilumat olehnya, tapi tubuhku menikmatinya.
##### kekekekekeekekeke..bagian NCnya saya cut..karna pasti yang buka blog
ini ada yang belum 17tahun..yang mau adegan ncnya silahkan ke blog saya satunya
ini linknya..ff-nc-21-re-post-from-korean-nc-our-1st-night-between-love-worries-and-passion/
sorry yah..bagi yang mau pwnya kudu ikut aturan dulu dan kudu koment dulu disini
hargai authornya dan aku yang ngepostnya..oke..#####
Kami
berakhir dalan posisi berpelukan. Kakinya menindih kakiku sementara
tangannya hinggap di pinggulku. Aku sendiri meletakkan kepalaku di
lengannya. Posisi ini memudahkanku untuk mendengar suara debaran
jantungnya yang menurutku sangat indah.
“Gomawoyo,” kata Donghae sembari mencium keningku.
“Ne, cheonmaneyo,” jawabku lirih.
“Kau tidak menyesalinya, kan?”
“Menurutmu?”
“Menurutku kau menikmatinya,” ujarnya nakal.
“Kalau
begitu tetaplah bertahan dengan kesimpulanmu,” aku menjawab dengan
malu-malu. “Kau sudah sering melakukan ini sebelumnya?” tanyaku
penasaran.
“Bohong
kalau kubilang belum. Tidak sering, tapi pernah. Aku ini namja,
Hyesa-ah. Dalam kurun waktu tertentu, kami butuh penyaluran.”
Pantas
saja dia terlihat tidak begitu canggung dengan lekuk tubuh wanita. Aku
sedikit kecewa dengan jawabannya, tapi kuhargai kejujurannya padaku.
“Padahal
ini adalah pertama kalinya untukku. Jadi aku mendapatkan barang bekas
sementara kau mendapatkan barang baru, begitu?” ujarku pura-pura
merajuk.
Dia
kembali mencium keningku dengan lembut. Senyumnya tak hilang, dan aku
tahu bahwa senyum itulah yang akan membuatku jatuh cinta padanya lagi
dan lagi.
“Sekarang
bisakah kau menjelaskan perkataanmu di meja makan tadi? Apa maksudmu
dengan kau-mencintaiku-sejak-dulu? Itu bukan kebohongan yang sengaja kau
ciptakan agar aku menyerahkan diri padamu, kan?”
“Kau
sudah terlalu banyak bicara, Nyonya Lee. Sekarang tidurlah, besok akan
kuceritakan semua padamu,” ujarnya seraya menarik selimut yang memang
tidak menutupi tubuh kami dengan seharusnya.
Aku ingin bertanya lagi, tapi ciuman singkatnya di bibirku berhasil membungkamku.
“Mimpikan aku,” katanya sambil memejamkan mata dan mengeratkan pelukannya di tubuhku.
Akupun
mengikutinya. Sekuat tenaga aku berusaha memejamkan mata meski
jantungku belum mau berhenti berdegup kencang. Entah karena ucapan
Donghae atau karena perbuatannya. Bisa juga karena keduanya. Andai aku
punya riwayat penyakit jantung, mungkin aku sudah mati sejak tadi.
Terima kasih kepada siapapun yang membuatku tidak perlu merasakan hal
itu sehingga aku bisa menikmati malam ini.
# # #
Aku terbangun keesokan harinya ketika kurasakan sinar matahari menembus retina mataku. Sedikit berat, kucoba membuka mata.
“Selamat pagi, Nyonya Lee,” ucap sebuah suara.
Aku tersenyum dan membalas salamnya, sementara tubuhku menggeliat malas dan mataku masih sangat ingin terpejam.
Tiba-tiba kurasakan bibirnya hinggap di kelopak mataku, kiri dan kanan.
“Itu morning kiss dariku.”
Aku
kembali tersenyum. Perlahan kubuka mataku. Kudapati dirinya sudah
sangat rapi dalam busana casual yang membuatnya terlihat sangat tampan.
“Teh?” ujarnya seraya mengangkat secangkir minuman kecoklatan di depanku. “Tanpa obat perangsang,” tambahnya.
Mau
tak mau tawaku meledak mendengar ucapannya barusan. Segera kuambil
cangkir di tangannya dan menyesap habis isinya dalam waktu singkat.
“Wow, sepertinya kau haus.”
“Ne, gara-gara perbuatanmu,” jawabku manja.
Dia hanya terkekeh mendengar ucapanku.
“Darimana kau mendapatkan bajumu? Bukankah di lemari hanya ada baju tidur yang sudah kau robek semalam?”
“Wae?
Kau tidak suka melihatku berpakaian? Aku bisa membukanya sekarang juga
kalau kau mau,” katanya sembari mengerling nakal. Aku tahu mukaku sudah
memerah sekarang, tapi tanganku masih sempat kulayangkan untuk memukul
pelan dadanya yang bidang.
Dia tertawa akibat ulahku, lalu berkata, “Orang tua kita dan adikmu yang membawakannya. Bajumu juga ada.”
“Mwo? Mereka ada di sini?”
“Ne. Tadi pagi-pagi sekali mereka ke mari. Sekarang kuyakin mereka sedang menguping di balik pintu.”
Mataku melebar mendengar penjelasan Donghae. Lebih lagi ketika kudengar celetukan dari luar.
“Eonni, bagaimana teh buatanku?” Suara adikku.
“Yak! Hyesa-ah! Kau akan memberikan eomma cucu secepatnya, kan?” Suara ibu mertuaku.
“Hyesa-ah… Lingerie yang eomma berikan apakah masih utuh?” Suara ibuku.
“Appa bisa mendengar suara tangisan bayi dari sini.” Suara ayahku.
Detik
selanjutnya kudengar mereka tertawa serempak dalam satu ketukan. Para
ibu juga ikut berpartisipasi menyumbang suara tawa, meski tawa appa dan
adikku lebih mendominasi.
Aku ingin marah, tapi rasa maluku lebih dulu merajalela. Mukaku memanas dan kuyakin pasti sudah sangat merah saat ini.
“Kita seharusnya berterima kasih pada mereka. Kalau bukan karena mereka, mungkin aku belum bisa memenangkan hatimu.”
Kualihkan pandanganku ke arah Donghae yang juga terlihat malu-malu. “Kau belum menjawab pertanyaanku semalam, Hae-ya.”
Dia
cuma tersenyum tipis sembari menunjukkan sebuah foto padaku. Aku
mengamatinya dengan seksama. Seorang gadis berambut sebahu dalam balutan
seragam sekolah menengah. Sepertinya foto ini diambil diam-diam, karena
yang tampak hanya bagian punggung gadis itu.
“Nugu?”
“Neo.”
“Mwo?”
“Itu jawaban atas pertanyaanmu semalam.”
Aku terdiam, berusaha mencerna kata-kata Donghae.
“Aku
mengenalmu sejak kita masih di jenjang sekolah menengah, Hyesa-ah.
Mungkin kau tidak sadar kalau sejak lama aku selalu ada di dekatmu,
mengintaimu, mencintaimu. Berkali-kali aku berusaha mendekatimu, tapi
kau selalu bersikap tak peduli pada semua namja yang mendekatimu. Jadi
kuputuskan untuk tetap mengamatimu dari jauh. Lalu kita tumbuh menjadi
dua orang yang lebih dewasa dan memasuki usia pantas menikah. Kau sudah
menjadi wanita karier dan akupun sudah sukses dengan usaha yang
kurintis, maka kudesak orang tuaku untuk menikahkan kita. Sejujurnya
kita tidak benar-benar dijodohkan, Hyesa-ah. Aku sudah melamarmu pada
orang tuamu jauh sebelum pertemuan kita di acara perjodohan waktu itu.
Inilah jawabanku atas pertanyaanmu semalam.”
Tanpa
bisa kucegah, tanganku melingkar erat di lehernya. Tidak kupedulikan
selimut yang melorot dan membuat tubuh bagian atasku jadi naked. Aku
hanya ingin melakukan ini. Bukankah sangat manis mengetahui bahwa ada
orang yang begitu mengiginkanmu?
“Kau
memberiku alasan untuk menyukai kata saranghae. Karena ada namamu di
dalamnya. Sarang. Hae. Bukankah itu sangat bagus? Saranghae,” ucapku
masih dengan tangan melingkar di lehernya.
“Nado saranghae, Nyonya Lee.”
-THE END-
So,
what do you guys think? Not as hot as you hope? Mianhae kalo kurang
memuaskan dan banyak typo. Aku cuma berusaha sesopan mungkin. Tapi
pesannya nyampe, kan? Adegannya kebayang, kan? Hehheeh… Akhir kata, aku
tunggu komennya. Mau nge-bash juga aku terima kok ^^v
Wah daebak...donghae oppa
BalasHapusBagus banget deh. Sip buat eon yang buat
BalasHapusMinta pw nya giman ya
BalasHapusmention ke twitter ku aza di @mithalun ntar aku kasih kok ^^
Hapusdaebakk.......neomu chowahae-OO-
BalasHapusMinta PW dong thor ^^ gomawo
BalasHapusaigo.. ternyata it cinta lama ya?
BalasHapuswah.. donghae so sweet deh.
daebak....
BalasHapusauthor boleh minta pw gk ??
Oke thor aku sama malu malu sama hyesa aigoooo>3< minta pw ya thooor jebaaal
BalasHapusDaebak thor,aku suka jalan ceritanya ^^ boleh minta pw nya gak? '-'
BalasHapusDaebakkkk!!
BalasHapusSo sweet abiss
pengen jadi hyesa nya wkwkwk
aku minta pw nya dong
Min aku suka bgt cerita nyaaa. Bagi pw dong
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskak ceritanya bagus
BalasHapuskakak aku minta pwnya
Galih
huaaa.. ceritanya keren banget.. ternyata mereka malah saling mencintai :D Daebaakk!!
BalasHapusthor aq mau minta pw nya
Wah keren bnget... donghaenya perhatian bnget..
BalasHapusMinta pw nya dong thooor
Keren ...
BalasHapusjalan cerita ny mnrik thor...
BalasHapusbhasa nya jg ringan...
keren...
bg pw dong thor....
sweet banget ending nya..
BalasHapusandai saja itu terjadi pada ku :D
pisss damai kak :)
omona swiiit banget uuh
BalasHapusceritanya bikin melelehh........
BalasHapusceritanya sederhana tapi menarik
BalasHapuskarakternya dapet....
kereeen
keren..
BalasHapusff nya bagus :3, minta pw nya boleh..
BalasHapusMinta pw nya dong thor :3
BalasHapuswaaa donghae oppa :O
BalasHapusFF nya keren deh , aku suka , numpang promosi http://mysotoystory.blogspot.com/2015/03/leaving-on-jetplane-bag-1_3.html dibaca ya kakak , komen apapun diterima , makasih
BalasHapuskk kk aq udh bca ff ini :-)
BalasHapusWoaah,,
BalasHapusdonghae oppa kereen bgt
jd makin naksiir sma cowo satu itu,, irii bgt sma hyesaaa
ceritanya menariik,, boleh yaa baca cerita yg lainnya jg di blog km...
Bagus. Seperti masuk ke ceritanya
BalasHapusEon pw dong. Udah 17+ nih umurku
BalasHapusWuuaahh..
BalasHapusCritanya bagus2. Yg ini ada chapter nggak? Hehe
Daebak!
BalasHapusDaebak!
BalasHapusDaebak!
BalasHapusDaebakk!!! Hwaiting bngt buat nahan si donghae oppa �� eonnie aku Udh diatas 17 nihhh mnta pw dong?
BalasHapusDaebak.......
BalasHapuskreeeennnnn, kedikitan malaaahhh,,,, mau pw nya doonnkkk,,,,, aku udh 17+
Thor minta pw dong
BalasHapusWaaa penasaran bangett!! Simple tapi keren! Author minta pw jg dong.. *thankyou before
BalasHapusThor minta pw dongs arlitaqd@gmail.com usiaku uda 17+ makasi
BalasHapusso sweet, minta pw nya dong aku udah 17+ nhe
BalasHapusUdah berkali" bacanya tapi tetep aja sukaaa,, bikin tambah penasaran sama bagian nc nya.. minta pass nya dong thor����
BalasHapus